Kisah itu terjadi pada perang Tabuk. Awalnya, Rasulullah mengirim surat kepada Heraclius, Kaisar Byzantium yang menguasai wilayah Syam hingga turki. Surat itu berisi ajakan untuk masuk Islam. Heraclius beragama Kristen, tapi ia yakin bahwa akan ada nabi terakhir utusan Allah. Nabi tersebut ialah Muhammad. Heraclius ingin masuk Islam tapi ditentang para pendeta kristen. Dia juga takut jika diusir dari istananya dan tidak diakui lagi sebagai Kaisar.
Heraclius mengirim surat balasan kepada Nabi. Surat itu dibawa seorang utusan yang berasal dari Tanukh, negeri Syiria. Utusan itu beragama Kristen dan mahir berbahasa Arab.
Kepada utusan tersebut, Hiraclius menitipkan pesan penting, “Jika Muhammad mengatakan tentang tiga hal, dengarkanlah baik-baik. Pertama, jika dia mengatakan tentang surat yang dikirimkan kepadaku, dengarkanlah apa komentarnya! Kedua, bila suratku ini dibacakan, apakah Muhammad menyebutkan tentang kata malam atau tidak? Ketiga, perhatikan baik-baik di belakang tubuhnya, adakah sesuatu tanda yang menarik perhatianmu?”
Utusan kaisar itu pun segera berangkat ke Tabuk, tempat Rasulullah bersama 30.000 pasukan Islam berkemah. Mereka terlihat siap siaga berperang. Si kurir diantarkan oleh salah satu sahabat menemui Rasulullah. Setelah memperkenalkan diri, kurir itu segera menyerahkan surat yang diamanatkan kepadanya. Nabi menerimanya lalu meletakkan surat itu di atas pangkuannya. Kemudian terjadi pembicaraan antara Rasulullah dengan kurir tersebut.
“Dari mana asalmu?” tanya Nabi
“Aku orang Tanukh!” jawab kurir.
“Maukah engkau kembali kepada agama yang suci dari kepercayaan nenek moyang kamu Ibrahim?” pinta Nabi.
“Aku ini utusan sebuah negara dan menganut agama negara itu, tidaklah wajar aku mengubah agamaku ini sehinggalah aku kembali kepada mereka dulu!” Utusan Heraclius ini menolak ajakan Rasulullah.
“Sungguh benar firman Allah. ‘Sesungguhnya engkau, hai Muhammad, tidak mampu memberikan petunjuk kepada siapa yang engkau suka, akan tetapi Allah-lah yang akan memberikan petunjuk itu kepada siapa yang disukai-Nya, dan Dia adalah lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk itu!”
Utusan itu diam saja. Ia tak tahu harus berkata apa. Hingga Rasulullah mengatakan sesuatu tentang surat yang dikirim kepada para raja.
“Hai saudara dari Tanukh! Aku telah menulis surat kepada Kisra (Raja Persia), lalu suratku dikoyak-koyakkannya, kelak Allah akan mengoyaknya dan kerajaannya!” Nabi berdiam sebentar. Kemudian menyambung lagi.
“Hai saudara dari Tanukh! Aku telah menulis surat kepada Kisra (Raja Persia), lalu suratku dikoyak-koyakkannya, kelak Allah akan mengoyaknya dan kerajaannya!” Nabi berdiam sebentar. Kemudian menyambung lagi.
“Dan aku menulis surat kepada Rajamu, tapi dia masih ragu-ragu (menerima Islam)”.
Si utusan menyimak sabda nabi dengan seksama lalu menulisnya di sarung panahnya.
Kemudian Beliau menyerahkan surat Heraclius itu kepada Muawiyah yang duduk sebelah beliau. Muawiyah lalu membacakan surat dari Hiraclius. Dalam surat itu tersebut kalimat tentang surga yang lebarnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Salah satu sahabat yang hadir lantas bertanya kepada Nabi.
“Jika surga seluas langit dan bumi, di manakah letaknya neraka?”
“Subhanallah! ajaib sekali pertanyaan ini.”
Lalu Nabi menjelaskan bahwa perumpamaan surga dan neraka seperti siang dan malam. “Jadi di manakah malam bila datang siang?” Sabda Nabi.
Si utusan kembali teringat pesan Heraclius yang kedua dan mulai kagum kepada Rasulullah.
Sesudah surat Heraclius selesai dibacakan, beliau lalu berkata kepada si utusan, “Engkau patut diberi hadiah karena engkau adalah utusan yang dikirim kepada kami. Jika kami memiliki hadiah, tentu kami akan berikan kepadamu. Tapi, kami adalah orang-orang musafir yang memiliki bekal yang terbatas.”
Tiba-tiba terdengar suara salah satu sahabat nabi, “Aku yang akan memberikannya hadiah, jika engkau membolehkannya, wahai Rasulullah!” Orang itu lalu mengeluarkan dari bungkusannya sepasang pakaian kuning dan diletakkannya di pangkuan Nabi.
Utusan itu penasaran dan bertanya, “Siapa yang menghadiahkanku pakaian ini?” ”
Usman!” jawab mereka.
Kemudian Rasulullah bertanya kepada sahabatnya, “Siapa yang bersedia menerima orang ini sebagai tamunya?”
“Saya!” kata seorang pemuda dari kaum Anshar. Lalu, sahabat Anshar itu pun berdiri dan mengajak utusan itu pergi.
Saat si utusan hampir menginggalkan majelis, tiba-tiba Nabi memanggilnya dan menyuruhnya mendekat. Rasulullah menarik pakaiannya sehingga terbuka bagian belakangnya. Nabi bersabda kepada utusan itu, “Mari ke sini, tunaikanlah tugasmu, sebagaimana yang disuruh oleh tuanmu!” kata Beliau. Maka terlihatlah suatu tanda atau cap di antara pundak beliau. Tanda tesebut dinamakan Khatamun Nubuwwah yang dimiliki oleh setiap rasul utusan Allah.
Utusan itu tidak bisa menyembunyikan kagetnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, Bagaimana nabi dapat mengetahui pesan Heraclius kepadanya? Tentu saja Nabi mengetahuinya karena malaikat Jibril memberitahukannya. Tapi, mukjizat ini tidak dapat membuat utusan tersebut masuk Islam. Karena hidayah belum menembus hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar